Ini adalah yang pertama, pertama kalinya seorang pangeran keturunan kerajaan mencari jati dirinya bersama dengan sahabat-sahabatnya. Dari dulu, pangeran putra mahkota selalu mendapatkan jati dirinya dibantu oleh ayahnya. Tapi, dari generasi ke generasi, jati diri selalu ditemukan di hari ke tujuh. Labih dari itu kemungkinan besar pangeran itu gagal.
Kini, hutan tumbal itu ada di depan mata mereka. Semua berdebar, tak terkecuali pangeran Chamer. Perasaan itu berkecamuk seperti topan yang melahap dan mencampur adukkan segalanya. Takut, gentar, semangat, penasaran, keinginan, untuk menaklukkan. Sesaat semua terdiam, terpaku dan bergeming, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Dan akhirnya Yacelyn memecahkan keheningan itu.
"Hei, apa lagi yang kalian tunggu? Hutan itu di depan mata kita kan?" Kata Yacelyn bersemangat.
"Yap, betul sekali!! Ayo kita mulai teman, semakin cepat semakin baik." Sahut Sachiel
Mendengar perkataan Yacelyn dan Sachiel, pangeran Chamer dan sobatnya yang lain sadar dan kembali bersemangat. Mereka melangkah pasti menyusul Yacelyn dan Sachiel yang sudah lebih dulu menembus kabut hutan tumbal. Tapi, tanpa mereka sadari, salah satu dari mereka melambat. Rein berjalan sedikit tertatih sambil memegang perutnya. Namun rasa sakit itu ditahannya sekuat mungkin dan ia berusaha berjalan cepat menyusul sahabat-sahabatnya.
Hari mulai siang, dan mereka yakin ini waktu yang tepat untuk mendirikan kemah sebelum malam datang. Eclipta, Yacelyn, dan Sachiel membangun 2 tenda dan membantu Iona mencari tumbuhan racun dan obat-obatan. Sedangkan Rein, Thomp dan pangeran Chamer menyiapkan persenjataan dan jebakan untuk keadaan tak terduga. Di tengah persiapannya, Rein merasakan sakit itu lagi, kali ini lebih sakit dan hampir tidak tertahankan. Tapi, Rein yang keras kepala tetap bersikeras menyembunyikannya. Dia beralibi mencari para SP perempuan demi menjauh menahan rasa sakit itu.
Tentu saja pangeran Chamer merasakan kejanggalan pada sikap Rein. Dia tahu, sahabatnya yang bermulut tajam itu tidak mungkin tiba-tiba berkata halus dan minta izin seperti tadi. Namun, pekerjaannya membuat ia tidak dapat mengalihkan perhatiannya. Ia berusaha menganggap itu wajar dan melupakannya.
Iona dan SP perempuan lain kembali ke kemah sambil bercerita riang. Mereka membawa banyak sekali tumbuhan. Thomp merasa aneh karena tidak melihat Rein di antara gerombolan sahabat cerewetnya itu.
"Kalian tidak bersama Rein?" Tanya Thomp datar.
"Memangnya Rein pergi ke mana?" Balas Eclipta
"Dia bilang ingin menyusul kalian, tapi gelagatnya aneh, aku merasakan kejanggalan, teman. Dia sedikit lebih... ramah." Jawab Chamer polos.
"Ah, Chamer.. Apa salahnya Rein bersikap sedikit ramah?" tukas Iona
"Hei, semua siaga!! Bersiaaaap!! Ada musuh yang datang!!!" teriak Yacelyn.
Tiba-tiba dari semak-semak muncul Rein dengan tongkat kayu sebagai penopang. Keringat mengucur dan membasahi wajah hingga kakinya. Matanya terlihat lelah dan bibirnya terus merintih kesakitan. Sebelah tangannya memegang tongkat dan sebelah lagi memegang perutnya. Konsentrasi ksatria lain buyar sudah. Melihat temannya meringis seperti itu sungguh sebuah siksaan bagi mereka. Mereka bergegas meninggalkan senjata dan berlari ke arah Rein. Namun, dewi keberuntungan tidak berpihak pada mereka. Seorang mage (ksatria penyihir) muncul dari belakang Rein dan menyerang Pangeran Chamer. Sementara Yacelyn berteriak histeris, Tromp dan Sachiel merlari berusaha menyelamatkan pangeran... Namun.......
Dalam detik-detik itu, detik-detik sebelum semuanya terlanjur terjadi, Rein berkata dalam hatinya..
"Andaikan aku tidak egois seperti ini. Andaikan aku bisa merancang pertahanan yang bagus. Andaikan aku tidak membuyarkan konsentrasi mereka. Andaikan aku mengakui kelemahanku dan meminta pertolongan. Andaikan, dan andaikan..."
Bersambung~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar