Rabu, 20 Juli 2016

(Tidak) Menikah

Menikah.



Waw. Greget.

Manikah secara KBBI artinya:
"Melakukan nikah"  Yak, kalo yang ini saya juga tau-_- hahaha..
Nikah dalam KBBI:
"Ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama"
Nah, pertama.. baca baik-baik gengs, menikah harus dilakukan sesuai ketentuan hukum dan agama. bukan hukum atau agama. hehe...

Hmm.. Okay, sekarang masuk ke topik gw. Sejujurnya ini berjauhan dengan aturan hukum dan agama sih. Ini mungkin postingan untuk menjawab kenapa gw ga pacaran sampe sekarang. (selain karna emang ga laku, wkwk - ngga deng, canda)

Gini, pacaran adalah proses menuju pernikahan. Yap! Gw salah satu orang yang memegang pemahaman itu. Bukan berarti gw maunya sekali pacaran untuk selamanya, harus terima pacar pertama sampe mati nanti. Ya ga gitu juga sih-_- Tapi, pacaran tetep bukan hal yang main-main menurut gw. Ada proses pembelajaran dan pendewasaan dalam pacaran. Itu berarti pacaran membutuhkan porsi yang besar untuk didoakan dan digumulkan bersama. Nah, mengingat pacaran adalah hal yang penting menuju pernikahan, maka pertanyaannya, "saya menikah atau tidak?" *jengjengjeng*

Sejujurnya, gw mendoakan untuk tidak menikah. Hal ini didoakan berkaitan dengan beberapa hal pribadi. Mungkin salah satunya adalah gw belum siap untuk membagi kasih hanya untuk satu orang tertentu. Apalagi kalau mengingat kalau gw merasa dipanggil untuk menjadi wadah bagi banyak orang merasakan kasih (ya ga ekstrim juga sih, tapi kalau di saat-saat tertentu ada kecemburuan phak berwajib saat gw melakukan ketulusan kepada orang lain.... hem-_- ribet dah). Tapi itu sebenernya sebagian kecil sih. Kecil banget malah.

Awalnya, alasan paling kuat adalah karna sebelum umur 20, merasa memang belum butuh. Haha.. jadi sampai semester 4 memang memutuskan untuk tidak pacaran. Masalahnya, ini udah mau semester 5 *Jengjeng* wkwkwk.. Sebenernya di awal semester 4 udah mulai memutuskan untuk mendoakan kembali. Di tengah mendoakan kembali pergumulan pasangan hidup ini, gw merasa terpanggil (dengan kuat) untuk tidak menikah. Ini bukan hal mudah. Bergumul tentang hal ini sangat sulit mengingat faktornya sangat kuat dan sulit diubah. Sampai beberapa minggu lalu, gw merasa panggilannya memang untuk tidak menikah dan menerima jawaban itu adalah hal yang sulit.

Akan tetapi akhirnya jawabannya adalah... menikah. Hasilnya, gw diizinkan untuk menikah oleh Dia. Rasanya, lega. Bahkan menunggu konfirmasinya aja keringet dingin lho...

Nah, sekarang pertanyaan kedua... "Pacarannya kapan? Buka hati sekarang atau tunda dulu?"

Ini nih yang sulit. Padahal udah pernah dijawab Yosua 3 buat melangkah dengan iman, tapi belum tau harus melangkah ke arah yang mana? Buka hati atau tutup hati dulu? Haha. Sungguh, bukan gw ga normal ya-_- Masih suka laki-laki ko. Masih liat-liat cowo ganteng (walaupun itu bukan kriteria, wkwk). Tapi kalo ditanya udah buka hati apa belum, jawabannya belum. Hati ini akan tertutup sampai jawabannya jelas. Hati ini akan terbuka jika sudah diperintahkan sama Tuannya di dalam sana. Masih butuh konfirmasi yang jelas nih Tuhan..... (Nanti giliran dijawab gwnya yang ga mau terima, Haha... manusia..)

Oiya, kalo liat cara orang-orang deketin orang lain selama ini sih, gw sejujurnya lebih menghargai laki-laki yang berani ngomong dan ajak berdoa. Kalo buat kriteria khusus, gw ga punya. Soalnya belum mikirin sejauh itu dan kayanya ga sampe mikirin kriteria khusus juga.

Sekarang, masih mendoakan waktu yang tepat untuk membuka hati. Sungguh ini bukan postingan jual mahal. Ini postingan untuk menjawab orang-orang yang nanya kenapa gw ga nyari cowo-_- nyeh...

Untuk kalian yang baca postingan ini, doakan gw mendapat jawaban sebelum semester 5 dimulai yaa (8 Agustus 2016) hehehe... Makasi...

nb: Menutup hati bukan berarti berhenti menyebarkan kasih lho ya. hehe.

Good night.

Rabu, 06 Juli 2016

Kehilangan (trying to deal with it)

[ K E H I L A N G A N ]

"Proses berdamai dengan diri sendiri. Manusia cenderung defensif dengan berusaha untuk menutup sebuah kekosongan. Sebagian yang 'biasanya' di sana, hilang. Meninggalkan lubang yang besar. Lubang yang kemudian terisi dengan memori - orang sebut itu kenangan. Banyak, tapi kerap tidak tertutup. Semakin dikonsumsi semakin haus. Semakin dihindari semakin kering dan merindu. Memori yang dulu manis kemudian membawa guratan luka sampai akhirnya terasa pahit karena ada yang 'belum selesai'. beberapa saat bisa menjadi sangat sensitif. Sangat rapuh bila terusik. Namun, kehilangan hanya membutuhkan usaha untuk berdamai. Berdamai dengan diri sendiri. Sederhana, jalani hari-hari, jangan terus meratap sampai mereka yang di sini pergi hingga tiada yang tersisa lagi."

- 4 Juli 2016 -

Bukan, bukan hari ini aku mengalaminya. Bukan pula 2 hari lalu. Bukan pula beberapa bulan lalu.
Sudah lama. Dia pergi beberapa tahun lalu. Rasa kehilangan itu masih muncul. Dan entah kenapa 2 hari lalu perasaan kehilangan itu memuncak. Memang aku tidak meratap ataupun melakukan hal yang buruk. Aku hanya mengenangnya - dan itu sudah cukup buruk (dalam waktu tertentu, kenangan bisa menjadi sangat manis dan sangat perih di saat bersamaan).

Pernah mendengar lagu "Amazing Grace"?
Tahukah kamu bahwa aku akan menutup telinga bahkan kabur saat mendengarkan lagu itu beberapa waktu belakangan?
Tahukah alasan dibalik reaksiku yang buruk terhadap lagu yang sangat indah itu?

Aku Takut.

Lagu itu pernah menjadi sangat manis, teramat manis saat dimainkan dengan biola sepenuh hati dan penuh peghayatan. Setiap nada berbicara tanpa perlu dinyanyikan. Merdu dan damai serta euforia bahagia bergabung dan semuanya terasa begitu indah. Sampai kemudian pemain biola itu pergi dan tak kembali, 6 tahun lalu.

Semenjak itu, aku masih sangat menyukai lagunya, bahkan semakin mengagumi dan menghayatinya. Sampai akhirnya aku mendengarkannya dimainkan oleh banyak orang. Salah satunya memainkan lagu itu di saat-saat aku jatuh dan terpuruk. Memainkannya di saat aku sedih. Memainkannya di saat aku tidak bisa tidur karna mimpi buruk, ataupun karna sakit yang tidak kunjung mereda. Lagu itu menjadi kekuatan, sampai akhirnya aku menghancurkan segalanya. Saat itu, aku melakukan banyak kesalahan. Aku merusak banyak relasi. Dan puncaknya, terjadi saat aku hampir gila (sepertinya dalam arti sungguhan - sudah kuceritakan sebelum postingan ini). Setelah itu, lagu ini menjadi mimpi buruk. Sedikit saja dimainkan, pikiran ini tidak akan tenang, bahkan air mata mengalir tanpa aba-aba. Kau tahu kenapa? Karena aku takut merasa kehilangan. Aku takut kehilangan mereka yang ada di depan mata tanpa bisa berbuat apa-apa. Kemudian perasaan itu merambat dan membuat luka dari memori 6 tahun lalu. Kehilangan.

Namun, 2 hari lalu aku sadar. Aku meresponinya dengan cara yang salah. Aku hanya perlu berdamai dengan diriku sendiri. Menyadari bahwa dia sudah tenang di sana dan kembali ke sini (hal yang tidak mungkin) adalah kerugian yang sangat amat besar. Kemudian, seperti apapun mereka, seperti apapun relasi yang sudah rusak itu, seperti apapun sikap yang telah berubah, sekalipun lagu itu tidak akan lagi dimainkan, dia, mereka tetap sahabat yang dulu aku kasihi tanpa syarat. Sekarang, aku pun tetap mengasihi mereka tanpa syarat.

When i remember that He died for me, i never go back anymore.
When i remember that you are my best friends, i never regret anything.
Because... The Lord loves you, so do i.

Setelah beberapa waktu berfikir, tertuanglah kata-kata miring di atas. Dan kini, lagu "Amazing Grace" menjadi semakin manis dan menakjubkan. Terutama bait ini,

Amazing grace, How sweet the sound
That saved a wretch like me.
I once was lost, but now I am found,
Was blind, but now I see

Now, i see..
Semuanya sedang berjuang. Semua sedang berproses. Semua sedang berusaha menjadi lebih baik. Aku pun demikian. Yang kami butuhkan hanya saling mendukung.
Lagu ini manis, aku ingin mendengarnya lagi dan lagi.