Jumat, 01 Januari 2016

Surat untuk Neptunus

Dear Neptunus,

Neptunus, apa kabar? Apa kabar laut? Apa kabar ketenangannya? Apa kabar angin dan ombak-ombak kecilnya?

Neptunus, aku mau cerita. Sebuah cerita kecil yang masih melekat dalam ingatan sampai sekarang. Begini ceritanya..

Neptunus, dulu aku bersekolah di SMA negeri yang diinginkan banyak orang, sedangkan aku sendiri biasa saja. Sampai akhirnya aku terjebak dalam sebuah organisasi. Ya, terjebak dan terjerat. Bukan dalam artian yang negatif, justru sebaliknya. Aku ditangkap dan dibawa dalam babak kehidupan yang baru. Senior-senior itu, teman-teman itu, menghanyutkanku dalam bayang-bayang keluarga. Mereka memberiku kesempatan untuk merasa nyaman. Hangat. Emak, nenek minyo, and everyone else make this whole story. But, this is the masterpiece.

Perkenalkan Neptunus, mereka adalah dua orang yang pertama kali berhasil membuatku merasa memiliki "seseorang". Yah, semoga kau mengerti maksudku. Salah satu dari mereka berambut lurus, sedangkan yang lain lurus dengan sedikit (sangat sedikit) gelombang. Mereka berdua berkacamata, sama denganku. Kami senang bernyanyi, kami senang datang persekutuan. Kami ikut eskul yang sama. Kami ngobrol dan membicarakan hal yang seirama. Kami sama dengan orang-orang lain, tertawa, membicarakan hal yang entah kenapa menjadi penting, dan mendoakan orang lain. Oh oh!! aku ingat saat kami membicarakan kuku kaki kembar siam bertiga. Haha sampai kami membayangkan bagaimana cara kami memakai baju jika hal itu benar-benar terjadi. Aku juga ingat saat salah satu dari mereka menjatuhkan indomiku, dan dia marah (harusnya aku kan ya yang marah-_-) wkwk. Aku juga ingat saat mereka mengucapkan selamat ulang tahun dan memberikanku kotak dengan berbagai wish. Neptunus, benda itu masih kusimpan dengan rapih di lemariku, sampai sekarang. Aku juga ingat spot galau kami di lantai 2 sekolah menghadap perairan. Hem, how sweet that moment. Hey sungguh, aku tidak menangis neptunus, tidak.

Kami menghabiskan banyak waktu bertiga sampai (coba tebak!) seseorang menambah komplotan kami. Neptunus, komplotan baru kami laki-laki lho! Senior kami, satu tahun di atas kami. Seiring dengan waktu yag berputar, kami semakin sering bersama. Saat istirahat, pulang sekolah, jam-jam kosong. Singkong kukus gula manis. Kami memikirkan hal yang sama, kami membicarakan hal yang sama, kami sependapat, kami beruaha memecahkan masalah, kami berdoa bersama untuk hal yang sama. Saat itu, aku merasa punya kaka laki-laki. Aku ingat saat dia rela menunggu kami dan memastikan kami dapat pulang ke rumah sebelum ia pulang. Aku ingat saat dia tahu kalau-kalau ada yang tidak beres terjadi pada salah satu dari kami bertiga. Saat itu, ia akan sibuk menanyakan dua orang yang lain. Aku juga ingat saat aku dalam keadaan tidak sehat, ia rela menyusulku ke rumah. Ya dia bersedia. Aku juga ingat saat dia masuk rumah sakit, entah... aku sedih.. hanya saja saat itu semuanya sudah berubah. Dia mulai menjauh. Di sisi lain dia sudah dimiliki oleh orang lain. Kami tidak berhak meminta lebih. Hanya saja, kami kehilangan kakak kami, dan kami mencoba mengerti sekalipun ga bisa bohong, kami kangen. Neptunus, sampaikan kangen ini kepadanya ya... we always happy for his happiness. we just miss him. Hussh, Neptunus, jangan meledek. Aku tidak menangis.

Setelah itu, tentu kami kembali bertiga. Namun, sepertinya kami masih ditambah beberapa komplotan. Di satu titik aku merasa banyak orang silih berganti diselipkan di antara kami. Hei Neptunus, tentu saja mereka memberi warna terhadap persahabatan kami. Salah satu dari mereka ada yang sifatnya sangat jahil dan sangat susah diam. Dia tipe laki-laki bawel yang selalu merasa ganteng. Haha. Satu lagi orang yang sangat sayang sama pacarnya (sampai sekarang), cukup care dan sempat merasa tidak mampu menjadi pemimpin. Padahal dia sudah memimpin dengan baik. Yang lain pendiam dan susah ditebak. Namun di satu titik kami sempat merasa dekat dengannya. Ya, hanya di satu titik. Mereka silih berganti mengisi ruang di antara kami sampai akhirnya badai itu datang. Neptunus, kamu tinggal di laut kan? Tahu kan tentang badai? Badai itu, menyeramkan.... menakutkan..... Neptunus, dalam badai itu kami diuji, tetap bersatu bertiga atau berpisah seolah tidak pernah dekat satu sama lain. Fanatik. Ya, hal itu cukup membekas. Rupanya hal itu berhasil memecah kami. Demi mereka yang menganggap kami terlalu fanatik karena selalu bertiga (yang sampai sekarang tidak aku temukan korelasinya), demi kebaikan orang lain, kami memutuskan untuk tidak bertiga.

Tapi badai pasti berlalu, Neptunus. Tenang saja. Setelah berhari-hari mimpi buruk terlewati, kami mencoba bersatu kembali. Sekalipun mungkin tidak seutuhnya sama, tapi kami mencoba bersatu kembali dan aku merasakannya. Kemudian..... satu orang lagi melengkapi kami, Neptunus. Dia laki-laki tinggi yang juga berkacamata. Saat itu mungkin dia juga mulai merasa terjebak. Awalnya mungkin terikat tanggung jawab pemusik pengurus, sampai tanggung jawab seorang teman. Dia sukses masuk ke dalam lingkaran kami yang awalnya bertiga. Kami pun bersyukur atas kehadirannya. Kami mulai berbagi banyak hal berempat. Jatuh bangun pelayanan dan persahabatan. Tahukah kau Neptunus, masih erat di ingatanku saat kami melingkarkan tangan kami dan berdoa bersama di depan lab fisika, ditengah kegundahan dan kesulitan yang waktu itu kami alami. Tahukah Neptunus, kami juga pernah menonton bersama. refrain. Yup, ingatan yang masih segar. Rasa-rasanya hal itu baru saja berlalu beberapa hari yang lalu. Sampai akhirnya, aku ingat kami kembali ada dalam keadaan sulit. Ya, saat itu aku ada dalam beberapa kenyataan. Pertama, aku masih menyimpan perasaan sedih saat dulu kami bertiga memutuskan untuk berpisah demi menjaga perasaan orang lain. Kedua, aku sangat ingin melindungi teman-teman perempuanku dan tidak ingin kehilangan mereka. Ketiga, sadar tidak sadar aku menyembunyikan banyak hal dari mereka dan meceritakannya kepada laki-laki yang kuanggap (saat itu) lebih mampu menangani bahaya. Keempat, ikatan itu semakin tidak seimbang karna akhirnya aku menyeret laki-laki ini terlalu dalam. Namun saat aku bisa menjelaskannya kepada mereka (dua perempuan berkacamata) aku merasa mereka berusaha mengerti. Sepertinya saat itu kami mengusahakan dan mempertahankan persahabatan ini. Neptunus, persahabatan itu sangat hangat. Tawa mereka, canda mereka, pergumulan mereka, tangis mereka, keluh kesah mereka, cerita mereka, dan mereka menjadi kekuatan yang sangat besar. Berharga. Neptunus, percayalah... aku TIDAK MENANGIS.

Penyesalanku Neptunus, ya penyesalanku. Menyeret seseorang terlalu dalam dan membuatnya berada dalam trauma. Membagi cerita yang tidak seimbang sampai mungkin mereka merasa outgroup. Melibatkan mereka dalam situasi yang berbahaya. Menyulitkan mereka di masa-masaku yang sangat lemah. Menggaggu jam tidur mereka dan mengganggu waktu-waktu belajar mereka di sekolah. Membuat mereka terjerumus dalam masalah yang mungkin jauh dari bayangan mereka. Membuat mereka harus berurusan dengan orang-orang menyeramkan dan membuat mereka terkurung dalam rasa takut. Harusnya dari dulu, kuselesaikan ini sendiri. Neptunus, harusnya mereka tidak perlu merasakan hal-hal mengerikan itu. Harusnya mereka mengisi hari-hari mereka dengan kebahagiaan, dan sepertinya, aku bukanlah orang yang tepat. Neptunus, sampaikan maafku kepada mereka.

Mengenal mereka adalah sebuah keuntungan yang sangat besar bagiku, Neptunus. Aku rindu saat dimana kami benar-benar ada satu sama lain. Aku rindu saat aku bisa menjadi diriku yang sangat bawel, berisik, annoying, ga jelas, dan mereka menerimaku apa adanya. Aku rindu chat-chat ga penting dan bincang-bincang singkat yang kami lakukan dulu. Aku kangen menelepon mereka untuk hal-hal konyol dan sepele. Aku berusaha menyodorkan telingaku, tanganku, tenagaku untuk memperbaiki semuanya. Aku berusaha memberikan hatiku satu-satunya kepada mereka. Neptunus, aku berusaha...... membantu laki-laki berkacamata itu untuk kembali merasakan kasih, namun spertinya aku bukanlah orang yang tepat karena aku menyebabkan dia kehilangan kasih dan terjebak dalam mimpi buruk. aku berusaha, menjawab pertanyaan perempuan berambut lurus itu dan menanyakan kabarnya, namun sekali lagi aku bukan orang yang tepat untuk menjawab pertanyaannya, bahkan beberapa saat aku tidak berhasil menghubunginya. Aku juga berusaha untuk menggapai perempun kacamata berambut tidak benar-benar lurus, namun sekali lagi usahaku tidaklah cukup, aku masih lalai. Neptunus, aku merindukan mereka. Hati ini, raga ini, siap untuk diperintah, siap untuk membantu, kapan saja mereka membutuhkanku. Hanya ini yang kupunya. Namun, seiring waktu berjalan, diam membunuhku perlahan. Setiap malam mimpi buruk membayang. Sampai beberapa hari lalu aku masih sanggup melawannya. Sampai beberapa hari lalu aku masih percaya bahwa apa yang dipersatukan oleh Allah tidak dapat dipisahkan oleh manusia. Lalu seketika aku berfikir, bagaimana jika memang Tuhan inginkan relasi ini untuk berakhir. Neptunus, rasanya hancur. Tapi aku tidak boleh egois. Mereka layak mendapatkan sahabat yang membuat mereka bertumbuh. Mereka harus menemukannya. Neptunus, aku ingin bertemu laut. Aku ingin angin membawa kesediahan ini. Aku ingin berada di dalam air, agar tidak seorang pun melihat bulir-bulir air di wajah ini. Tidak Neptunus, aku tidak menangis......... Biar mereka melihatku yang selalu tersenyum.

Aku tidak menangis. Ini dosaku yang pertama tahun ini.
Aku kuat dan sudah merelakan mereka melupakanku sepenuhnya. Ini dosaku berikutnya
Aku sangat membenci mereka, tidak pernah dan tidak akan mengharapkan mereka untuk kembali, dan tidak akan memikirkan mereka lagi. Ini dosaku yang sangat besar.

Neptunus, terima kasih telah mendengarkan ceritaku. Pesanku, jangan berbohong karna itu sangat sangat menyakitkan.

5 komentar: