Dihancurkan tanpa dipulihkan
Kata-kata itu begitu kuat, terpikir dan terus terulang di kepala ini. Ya, selayaknya kaset rusak yang menyakitkan gendang telinga. Seperti derit besi yang beradu dengan lantai marmer. Nyaring dan mneyakitkan untuk waktu yang lama.
Kata mereka, keterbukaan adalah pintu pemulihan.
Alih-alih mendapati pengobatan, malah terluka lebih dalam. Seperti dia yang tidak tahu apa-apa, mendaftarkan diri ke pengobatan alternatif. Menunggu untuk waktu yang lama dan berdesakan dengan banyak orang yang tentu saja terasa tidak nyaman. Tidak suka, tapi demi kesembuhan tetap dicoba. Keraguan yang besar disertai rasa bingung, seribu kali mempertanyakan tindakannya. Sebersit putus asa. Maunya pasrah saja, tapi rasanya tetap tidak benar.
Betul saja, ekspektasi sedikit, rusak harapan seluruhnya
Tidak, sama sekali tidak boros dalam berharap. Bukan individu penghayal yang mendambakan si kaya bagi si miskin. Bahkan, bukan fangirl yang berharap bisa bertemu dengan idolanya. Malah mungkin SEHARUSNYA; bagiku - sekali lagi, bagiku - Sepele. Hanya didengar. Cukup.
Kupikir, ah memang lidah tak bertulang
Sepertinya aku memberi pisau pada orang yang salah. Mungkin saja dia tidak mengetahui fungsinya, tetapi sembarang menggunakannya. Bahaya. Satu goresan tidak disengaja mungkin biasa saja. Tapi sekian tusukan? Beda cerita.
Belum, ini belum akhir cerita. Tapi entah bagaimana.... terbuka bukan jawabannya. Atau hanya aku yang memilih jalan yang tidak seharusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar